Friday, December 23, 2011

Ternyata Dia


“Hmm… mas… apakah...” belum sempat aku berkata, penjaga toko itu memotong.
“Ini didatangkan langsung dari Rusia hlo Mbak, makanya harganya segitu,” sahut mas-mas penjaga toko.
“Iya-iya mas, aku bisa beli kok, uang segitu saya punya. Hmm... Tapi mas, ngomong-ngomong, masih bisa kan dinego?” ujarku, aku kemudian merasa gelisah, uang di dalam tasku, tabunganku selama ini ga segitu banyaknya, tapi… Aduh, tapi aku ga tahan liat mata itu, tampak begitu mempesona, apalagi dia sekarang sedang menatapku… I love him.

“Hmm… boleh… Tapi mbak nya mau nawar berapa?” jawab mas penjaga toko.

...

 Yessss! Finally, I make it! Akhirnya aku dapat membelinya juga, aneh sih tiba-tiba saja penjaga toko itu menurunkan harga dari 4jt rupiah menjadi 1jt! Gilaaa! Tapi apa peduliku? Toh ini mungkin rejekiku. Aku pun langsung membawa kucing yang kuidam-idamkan selama ini, pulang ke rumahku.



“Anu, mas ini uang kurangnya cewek tadi… Thanks ya mas,”
“Sama-sama mas, datang kembali ke toko kami…

...

Sebulan kemudian waktu tahun ajaran baru tiba, jujur memang, aku sedikit menantikan hari ini, karena aku sudah mulai bosan dengan kegiatanku dirumah selama liburan berlangsung.

...

Bel tanda sekolah usai pun berbunyi, aku dan teman-temanku menyempatkan diri untuk ngumpul bareng, untuk sekedar melepas kerinduan lama tak berjumpa, sewaktu liburan. Wajar mulai dari kelas 11 ini, kelas kita berbeda.
“Eh-eh tau ga?” dan akhirnya Karen pun memulai pembicaraan.
“Engga?!” sahutku, Anne, Gina, dan Melani serentak.
“Hadeh, ga perlu dijawab kali! Gini lo, Kalian tahu kan si Farel?”
“Tau lah, yang tajir tapi culun itu kan?” sahut Melani. Aku dan yang lain hanya diam berusaha mendengarkan seksama, walaupun menurutku ga penting.
 “Iya bener, yang dulu sekelas sama kita, sewaktu kelas sepuluh. Habis liburan ko jadi berubah banget ya? Tambah ganteng, tambah oke, tapi masalahnya, itu lo kelakuannya jadi ga karuan?"
“Ga karuan gimana sih Ren? Orang dulu orangnya ga aneh-aneh kok seingatku,” ujarku mencoba protes.
“Diem dulu Ci, makanya dengerin sampe selesai dulu. Nih-nih masa setelah liburan ini aku denger-denger dari teman sekelasku kalo dia habis diputusin Farel waktu liburan, itu si Lia, yang cantik dan bahonol itu. Tahu kan?” ujar Karen dengan hebohnya.
“Masa sih?” tanyaku.
“Iya! Dan parahnya lagi aku juga dikasih tahu juga kalau Sheilla, Tina, Mutiara, Dina dan ga tau siapa lagi korbannya, juga diputusin si Farel waktu liburan kemarin!” seru Karen sambil melotot, untuk meyakinkan ceritanya.
“Ha?” sahutku, Anne, Gina dan Melani tak percaya. Aku kaget banget kan Farel dulu ga gitu, malah baik baget sama aku waktu se-klub Karya Ilmiah dulu. Bahkan aku sering ditolongnya.
“Aku merasa simpati banget sama korban-korbannya Farel. Masa mereka diputusin dalam waktu yang hampir bersamaan gitu? Kan keterlaluan banget? Wah kalo aku jadi mereka, aku bijek-bijek tu mukanya Farel!” ujar Karen lagi dengan memperagakan dia sedang mengulek sambal ditangannya, nampak sekali dia sangat bersemangat ketika ngomongin masalah orang lain, yah kalo liat mukanya hampir sama kayak muka mak-mak tukang gosip.
“Udah lah, kita ga usah bicarain masalah orang lain, itu kan ga penting! Ehmm... Eh iya, Kalian tau ga! Aku punya kucing baru lo! Namanya Crisan! Nih potonya, lucu kan, Anehnya aku beli kucing ini harganya cuma…” sahutku, aku mulai males kalau Karen udah cerewet kayak mak-mak tukang gosip, ga guna juga ngomongin orang.
“Aduh-aduh ci! Kamu itu ya! Aku lagi serius! Masalah kucing aja yang kamu urusin, sekali-kali  deh kamu ngaca, Halo? Kamu udah besar bentar lagi sweet seventeen! Masa sih mainan sama kucing mulu, waktunya buat perubahan Ci!” omel Karen sambil tunjuk-tunjuk kearah mukaku. Ya kan ini hidup-hidup aku, kenapa juga situ yang susah? Belum sempat aku memprotes Karen, Karen kemudian sontak berteriak, kaget aku dibuatnya.
 “AAAAkkkhhh! Iya, btw aku punya ide, gimana kalo…”seru Karen tidak memberi kesempatan yang lain untuk bicara, halo? Karen? Kita juga mau ngomong kali?
“Kalau apa Ren??” potong Melani, yang sebenarnya sedari tadi dia sibuk mainin Hp-nya. Aku udah meles nih, pasti ada yang aneh. Sedangkan Gina dan Anne juga sepertinya ga tertarik sama ide Karen, terlihat dari cara mereka memainkan sedotan minuman mereka.
“Gimana kalau kita kerjain Farel, liat temen kita satu ini, kalau di permak dikit kan bisa tambah cantik, ya ga girls!” ujar Karen sambil menatapku, yang lainnya pun yang tadinya tidak tertarik dengan celoteh Karen, sekarang menjadi minat untuk ikut berkontribusi.
“Setuju tuh!” seru Anne, Gina dan Melani sambil mengangguk tanda setuju dengan ide gila Karen. Aku pun hanya menggeleng dan perlahan melangkah mundur ke belakang.
“ Eits… ga bisa kabur!” teriak mereka serentak sambil memegangi tanganku. Seram, wajah mereka sumringah dan senyum-senyum menggoda ke arahku.
“Girls! Kenapa musti aku?”

...

Jam 8 malam, aku berkaca di depan cermin. Tampak bayangan yang bukan diriku, dengan make-up tebal, ini bukan aku! Ibu dan ayah malahan senang melihat perubahanku ini. Ahh... aku ga suka penampilanku ini. Apapun rencana Karen adalah malapetaka bagiku. Dan hari-hari terpurukku pun dimulai.


Selama satu bulan penuh Karen dan yang lain mati-matian menggojlok aku untuk menjadi “feminim”, sumpah ya! aku paling anti pada hal yang satu ini. Ini adalah recana mereka, mereka ingin agar aku mendekati si Farel! Sumpah kenapa harus aku! Oke aku tersanjung kalau mereka bilang aku cantik, tapi kenapa musti aku? Ya emang dulu aku sempat suka sama Farel, aku juga sempet cerita ke mereka. Tapi kan sebatas suka sebagai teman dan juga karena cara memperlakukan aku, seperti wanita.

...

Selama 3 minggu, aku mendekati si Farel, dan anehnya Farel ga merasa risih karena aku kecentilan didekatnya. Aku aja jijik sama diriku yang sekarang ini. Malahan, anehnya, dia membalas rayuanku, sms-sms mesraku, dan sumpah yang sms sama dia bukan aku, melainkan Karen cs. Nampaknya sih Farel mulai tertarik denganku. Emang benar kata Karen, dia Play-boy!
“Ehhhh…. Girls! Perkembangan nih! Si Farel ngajak nge-date Eci, sore ini! Nih Liat!” seru Karen dengan keras, lalu melambai-lambaikan handphoneku ke langit-langit.
“Whattt!!!” teriakku, sumpah aku jadi sedikit merasa bersalah dengan cowok satu ini, karena rencana Karen  dari awal kan ngerjain ini cowok. Glekkk...

...

Aku pun dimake-over Karen cs, katanya aku harus tampil “perfecto”, dan ga ada satu bagian pun dari badanku yang terlewat dari tangan mereka. Waktu menunjukkan pukul 6 sore. Semua beres setelah 2 jam mereka bergerilya mendandani ku. Ya benar 2 jam. Whatever-lah kalau mukaku kaya topeng monyet yang penting masalah Farel cepat selesai. Itu pikirku. Karen memaksaku untuk mendengarkan skenario drama yang harus aku lakukan ke Farel. Sehingga bisa membanting perasaannya. Apa pun itu. Sayup-sayup aku mendengar suara klakson mobil berbunyi dari depan rumah. Untung ayah dan ibu belum pulang dari kerja. Bisa diintrogasi aku semalaman.
"Tuh, dah dateng pangeran kodoknya Ci, semangat ya Ci," goda Melani. Terlihat Karen dan Melani dan yang lainnya menahan tawa. Apa yang lucu? Aku?

...

“Ci, aku seneng deh kamu mau aku ajak jalan dan sebenernya… aku su…” kata Farel memulai pembicaraan sesaat dia menoleh kearahku, tapi dia tetap berkonsentrasi dengan setirnya.
“Eh liat, pet-shop Rel! mampir sebentar yuk! Aku mau beli makanan untuk Crisanku!” potongku, sambil menunjuk ke arah pet-shop yang mungkin tak asing lagi bagiku, itu pet-shop waktu aku membeli kucingku Crisan. Jujur, sumpah aku ga tega hati untuk menolaknya saat ini juga. Jadi aku berusaha untuk mengulur waktu.
“Oh ga nanti aja pas pulang Ci? Oke deh gapapa, kita mampir sebentar,” sahutnya kemudian. Aku hanya mengangguk dan tersenyum kearahnya. Gimana ni?

...

“Selamat datang di toko kami. Eh mas, eh mbaknya juga, ko sekarang sudah jalan sama-sama? Sudah jadian ya? Ciyee... Eh mbak! Tau ga mbak? Masnya ini hlo yang bayar kurangnya mbak waktu beli kucing dulu,” goda penjaga toko sambil cengar-cengir saat aku mengelungkan uang hendak membayar makanan untuk Crisan.
“La kok bisa mas? Bukannya dulu aku bayar pas ya?” kataku. Belum sempat penjaga toko menjawab Farel menarik lenganku, dituntunya aku masuk ke dalam mobilnya, dia pun melajukan kendaraannya. Tanpa bicara. Farel kenapa tegang gitu mukanya?
“Maksudnya penjaga toko tadi apa Rel? Kok dia tau kamu?” tanyaku keheranan, aku bayar kurang? Bukannya aku membayar uang pas? Tapi Farel hanya diam dan tetap melajukan mobilnya.

...

Kami berhenti tepat didepan sebuah restoran, aku tak tau apa nama restoran ini, restoran ini begitu mewah, pantas saja aku tidak tau, aku kan bukan orang berada. Tapi, sekarang itu bukan peduliku, karena aku masih bingung atas perkataan mas-mas penjaga toko tadi.
Setelah memesan ini dan itu, Farel pun akhirnya membuka mulutnya. Dia memulai pembicaraan. 
“Gini, aku akan cerita semuanya sama kamu, tapi kamu janji, ga boleh komentar apapun dulu sebelum aku selesai cerita, oke?”
“Yap? Aku akan dengarkan,” jawabku.
“Sebenarnya aku senang banget akhir-akhir ini kamu dekat denganku,”
“Ha?” potongku.
“Jangan dipotong,”
“Oh, iya-iya…” kataku sambil cengar-cengir.
“Soalnya, dari dulu tuh. Pertama kali kita masuk SMA aku udah suka sama kamu… Apalagi waktu kita di klub”
“Uhuuukkk,” air minum yang ku minum hampir saja muncrat mengenai muka si Farel. Belum sempat aku menyela Farel melanjutkan.
“Dan setiap hari, sewaktu sebelum liburan sekolah, aku selalu melihat kamu berdiri didepan toko pet-shop tadi. Karena aku penasaran, aku langsung tanya aja ke penjaga tokonya, sebenernya kamu itu liat apa? Suka sama hewannya atau suka liat mas-mas yang jaga toko itu?”
“Hey… ga gitu juga kali!” protesku, Farel pun kemudian tertawa. Tampak ganteng deh kalau dia tertawa. Heh! Wa..wait?
“Lalu??” tanyaku, sumpah jantungku berdebar-debar saat itu.
“Hahaha. Gini, masnya bilang kamu ngiler liat kucing putih persia yang ada di tokonya, kutanya harganya, eh ternyata mahal juga, dan aku berpikir budget kamu ga akan cukup…”
“Loh kamu tau dari mana kalua budget aku ga akan cukup?” tanyaku penasaran, kok tambah mencurigakan sih nih cowok? Stalker?
“Ya tau dari teman kamu lah…” jawabnya kilat sambil cengar-cengir. Oh iya aku kan pernah cerita sama Karen cs kalau uangku beli kucing kurang, tapi kok?
“Lalu aku bilang sama masnya agar membiarkan kamu bawa kucingnya dengan uang yang kamu punya, sedangkan sisanya aku yang bayar, gitu,” kata Farel sambil tersenyum padaku. Aku kaget bukan main, nih cowok niatnya ngapain sih?
Hening…
Tapi aku putuskan untuk pergi saja meninggalkan Farel, aku masih punya harga diri, aku bukan cewek matre! Aku ga mau jadi korban rayuan Farel! Aku juga ga minta dia bayarin uangku yang kurang? Hendak aku berdiri dari bangku restoran, tangan Farel mencengkramku. Kuat sekali. Sakit.
“Ngapain sih cowok playboy! Lepasin tanganku! Sakit tau! Ga usah besar muka deh! Sok-sok an bayarin aku buat beli Crisan! Aku mau jalan sama kamu juga cuma terpaksa kok! Aku kan jalan sama kamu buat ngasih pelajaran, biar kamu kapok mainin cewe!” bentakku. Airmataku pun mulai menetes, padahal jujur, aku memang suka padanya, tapi dari pengakuannya, dia pikir aku bisa disogok dengan uang. Dia mau mempermainkan perasaanku. Nampak seketika semua pasang mata yang berada di dalam restoran menatap kearah meja kami.
“Ci… aku ga bermaksud maaf kalau sakit… iya aku lepasin, tapi kamu jangan pergi dulu, biar aku jelasin, semua yang kamu dengar tentang aku itu bohong! Aku playboy-lah, aku mainin cewe-lah, itu semua bohong… sekarang tenanglah dan akan aku jelaskan semuanya,” kata Farel sambil menggandengku dan menarikku berjalan keluar dari restoran menuju ke arah mobilnya terparkir.


“Aku suruh Karen bohong sama kamu, karena aku pengen deketin kamu, jujur hanya itu yang bisa buat kamu deket sama aku… karena kamu susah dideketin, karena sikap cuekmu terhadap semua cowok," ujarnya sambil memandangiku, meyakinkan ku untuk percaya padanya.
"...'
"Hmmm... aku cinta sama kamu ci, aku sayang banget sama kamu, ga mungkin aku menyakitimu, apa lagi berniat mempermainkanmu, anggap aja Crisan hadiahku untukmu Ci," ungkap Farel masih memandangi wajahku.
"Farel, ak... aku..."
 Sulit untukku berkata. Farel kemudian memegangi tanganku lalu dia membelai pipiku dengan lembut. Terhanyut oleh suasana, wajah Farel pun mendekat ke arahku dan semakin mendekatiku. Farel pun mengecup bibirku dengan lembut, aku tidak mengelak dari ciumannya. Tanpa sadar aku menutup kedua mataku dan membalas kecupan Farel. Kini aku benar-benar mengerti apa itu jatuh cinta.
"Jadi, kita resmi jadian?" tanya Farel. Aku hanya tersipu malu dan mengangguk. Dia raih kembali kedua tanganku dan kemudian memelukku.

...


Handphone ku berdering, pesan baru masuk.




 Tak lama setelah ku balas pesan Karen. Ringtone berbunyi tanda ada telepon masuk, tertulis di layar dengan nama “Farel”.
“Halo…”


FIN




No comments:

Post a Comment

Thanks for reading, I hope you enjoyed, please leave a comment to feed back.